Keadilan Jadi Barang Sukar, Ketika Hukum Hanya Tegak Pada yang Bayar

Facebook
Twitter
WhatsApp
Gambar: Kompas.com

Oleh: St Mardiah Rezky Andini

“Hukum harus bekerja untuk mensejahterakan masyarakat, bukan menjadikan mereka semakin terpuruk.” – Buya Hamka

Seperti diketahui bersama bahwa hukum merupakan pondasi utama dalam menciptakan ketertiban dan keadilan di suatu negara. Di Indonesia, sebagai negara hukum yang diatur dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945, hukum memiliki peran vital dalam menjaga keteraturan sosial, melindungi hak-hak individu, dan mengatur hubungan antara negara dan warganya. Tanpa keberadaan hukum yang baik, kehidupan berbangsa dan bernegara akan menjadi tidak teratur, serta hak-hak warga negara dapat diabaikan atau dilanggar.

Sayangnya, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam penegakan hukum. Korupsi di berbagai lembaga, kurangnya transparansi dalam proses peradilan, serta adanya timpang dalam akses terhadap keadilan bagi masyarakat miskin adalah beberapa masalah utama yang masih harus diatasi.

Kasus-kasus yang melibatkan pejabat negara atau pihak berpengaruh kadang-kadang mendapat perlakuan khusus, sehingga menciptakan ketidakadilan bagi rakyat biasa.

Di Indonesia juga sering terjadi kasus-kasus yang sepele tetapi dibesar-besarkan oleh media akibat adanya ketidakadilan hukum di Indonesia atau dalam tanda kutip “Tajam ke bawah dan Tumpul ke atas” maksud dari istilah tersebut adalah salah satu sindiran nyata bahwa keadilan di negeri ini lebih tajam menghukum masyarakat kelas menengah.

Inilah dinamika hukum di Indonesia, seolah sudah berganti paradigma yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar, atau dalam istilah hukum “timpang sebelah”.

Salah satu tantangan terbesar dalam sistem hukum Indonesia adalah maraknya korupsi, terutama di kalangan pejabat penegak hukum. Kasus suap atau penyalahgunaan wewenang seringkali menghambat terciptanya keadilan yang sesungguhnya. Korupsi di sektor hukum ini melemahkan kepercayaan publik dan mengurangi efektivitas hukum itu sendiri.

Dikutip dari Kompas.com bahwa ketidakadilan yang sering menarik perhatian masyarakat adalah ketidakadilan hukum. Tagar #PercumaLaporPolisi bahkan sempat viral di media sosial akibat kekesalan masyarakat terhadap kinerja polisi.

Seperti halnya kasus Valencya, seorang ibu di Karawang, Jawa Barat, dimana dia hanya omeli suaminya yang mabuk dan tidak pulang ke rumah selama enam bulan namun dijatuhi hukuman satu tahun penjara.

Tidak hanya itu, kasus lainnya terjadi pada ZA, seorang siswa SMA di kabupaten Malang, dimana ZA dan temannya didatangi oleh tiga orang yang bermaksud merampas motor dan ponselnya. Pada saat itu, ZA yang merasa terancam kemudian mengambil pisau dari jok motornya dan menusukkan pada dada salah seorang dari kawanan tersebut. Hakim kemudian memvonis ZA dengan pidana pembinaan selama satu tahun.

Dengan kasus tersebut keputusan yang tidak adil dan semena-mena menunjukkan bahwa kualitas beberapa penegak hukum di Indonesia masih buruk dan tidak selaras dengan kode etik profesi hukum itu sendiri.

Penegakan hukum di Indonesia yang masih kurang baik menjadikan istilah hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas itu masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat sebagai bentuk kekecewaan dan tanggapan masyarakat terhadap keputusan hukum yang diambil oleh para penegak hukum di Indonesia.

*Penulis merupakan mahasiswa jurusan Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami