Gandeng 2 Pemateri Ahli Bahas Filsafat Islam, Dema FDK Gelar Kuliah Umum

Facebook
Twitter
WhatsApp
Pemaparan salah satu pemateri dalam kuliah pemikiran Islam Dema FDK, di LT FDK, Kamis (25/7/2024). | Foto: Washilah - Rida Nur Masita 

Washilah – Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Alauddin Makassar menggelar kuliah pemikiran Islam dengan tema “Diskursus Etika dalam Tradisi Islam,” berlangsung di Lecture Theatre (LT) FDK, Kamis (25/7/2024).

Kuliah Umum ini menghadirkan dua pemateri, yakni dari Komunitas Teras Cak Nur, Fahkri Afif, dan pengajar Jaringan Aktivis Filsafat Islam (JAKFI), Rahmatul Usman.

Dalam pemaparannya, pemateri Rahmatul Usman menjelaskan bahwa fenomena-fenomena yang kita alami seperti fenomena keagamaan, kebudayaan, perilaku sosial yang membentuk identitas kita, dan kita kebanyakan terkontruksi oleh kultural, lingkungan dan pendidikan.

“Di dalam konstruksi itu kita tidak dapat mengetahui apa fenomena sebenarnya yang kita alami sehingga banyak orang bertindak tanpa kesadaran terhadap fenomena tindakannya tersebut.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa hal tersebut terjadi karena sejak awal kontruksi-kontruksi itu banyak yang kemudian dibahasakan, bahasa kultural, politik, agama, lingkungan,  dan pendidikan yang kemudian dari kecil dibina sampai kuliah yang akhirnya hal tersebutlah yang membentuk sudut pandang masyarakat.

“Justru itulah yang menjauhkan manusia dari kesempurnaan intelektualnya, wilayah kesadaran dirinya, karena dia dibentuk oleh realita luar,” tambahnya.

Senada dengan itu, pemateri Fakhri Afif, mengutip dari penjelasan Filsuf Irak, Baqir al- Sadr yang mengatakan problem dunia modern itu adalah munculnya etika individualistik yang menjadikan individu sebagai pusat tata surya yang kita sebut sebagai sistem kapitalisme. Jadi ukuran baik buruk itu tergantung subjek yang punya modal banyak.

Ia juga mengatakan bahwa manusia itu harus menyeimbangkan fitra individualnya maupun fitra sosialnya, serta menekankan bahwa agamalah yang  mampu menyeimbangkan  dua hal sekaligus , yaitu cinta diri untuk bahagia dan keadilan sosial diluar.

“Bagaimana menyeimbangkan keduanya ini rujukannya keagamaan,” ungkapnya.

 

Penulis: Rida Nur Masita (Magang)
Editor: Sriwahyuni

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami