Dampak Pemilu Terhadap Masyarakat yang Menentukan Pilihan Secara Fanatik

Facebook
Twitter
WhatsApp
Dok. pribadi Aswandi

Oleh: Aswandi

Pemilihan Umum atau biasa di sebut (PEMILU), merupakan proses formal untuk menggapai sebuah Jabatan dalam Pemerintahan. Yang ditunjukkan kepada masyarakat untuk memilih Wakil Rakyat seperti (dpr, dpd provinsi, dprd kota/ kabupaten) dan wakil daerah (dpd), serta untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Sistem pemilu legislatif yang diterapkan saat ini adalah sistem proporsional dengan daftar caleg terbuka (sistem proporsional terbuka). Dalam sejarah Pemilu di Indonesia hanya terdapat 2 sistem yang diterapkan. Kedua sistem itu adalah proporsional terbuka dan proporsional tertutup.

Dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat memilih daftar nama calon legislatif. “Kelebihan dari sistem ini memang ada hubungan yang terbangun antara pemilih dengan calon legilatif (caleg) yang dipilih, lalu dalam sistem ini memang aspirasi pemilih lebih menentukan siapa yang terpilih, namun dalam sistem tertutup aspirasi elite partai yang menentukan”. Sistem proporsional terbuka mulai diterapkan pada Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019. Dan pada pemilu kali ini di tahun 2024 pada sistem pemilu terbuka di ikuti oleh 24 Partai Politik, dengan di antaranya 18 Partai Nasional dan 6 Partai lokal Aceh.

Sedangkan pada “sistem proporsional tertutup secara teknis pemilih hanya dapat memilih tanda gambar partai saja, ini berlaku sejak masa orde baru dari tahun 1971 sampai 1997 yang mana jumlah partai dibatasi hanya tiga saja, jadi daftar caleg tidak ada di surat suara hanya di umumkan di Tempat Pemungutan Suara (TPS), nantinya yang terpilih berdasarkan nomor urut. Nomor urut ditentukan oleh mekanisme internal partai, dengan sistem itu, walaupun pemilih yang memberikan suara kepada salah satu calon, maka suara tersebut menjadi suara partai politik pengusung, Apabila partai mendapatkan dua kursi, maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2 karena rakyat tidak bisa memilih langsung wakil-wakilnya yang duduk di kursi legislatif, maka sistem proporsional tertutup ini disebut kurang demokratis. Sistem proporsional tertutup diterapkan dalam Pemilu 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, dan 1999.

Dalam perjalanannya pada tahun 1995 merupakan Pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia yang digelar secara nasional.
Dan berjalan dengan peristiwa-pertiswa besar mulai zaman orde lama, orde baru hingga peristiwa yang amat membuat perubahan dalam sistem politik indonesia yaitu Reformasi.

Pemilu hadir untuk menyatukan aspirasi masyarakat secara Demokrasi, walaupun kadang orang yang tidak mengerti politik akan bersifat Apatis terhadap Pemilu karena persepsi masyarakat terhadap Pemilu beranggapan tidak akan mengubah pekerjaannya yang sekarang mereka jalani, padahal tanpa mereka sadari keputusan politik sangat berpengaruh pada setiap individu seperti yang dikatakan Bertolt Brecht seorang penulis berkewarganegaraan Jerman, mengatakan, “Buta yang terburuk adalah Buta Politik. Alasannya cukup jelas, Orang yang buta politik tidak sadar bahwa Biaya hidup, Harga makanan, Harga rumah, bahkan pajak, semua bergantung keputusan Politik”. Akan tetapi diluar daripada itu dalam beberapa peristiwa pemilu banyak sekali terjadi hal yang berdampak Negatif terhadap masyarakat, yang menentukan pilihannya secara berlebihan atau biasa disebut Fanatik. Itu terbukti dari peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar kita seperti Halnya Perjudian, Penikaman, Perkelahian dan sebagainya. Tanpa menyadari dampak yang ditimbulkan sangat merugikan diri sendiri orang lain bahkan keluarga. Dan itu semua tidak terlepas dari pemilu, dan masyarakat yang menjadikan moment ini sangat ditunggu setiap Lima Tahun sekali dan dimanfaatkan oleh orang-orang kelas bawah sampai kelas atas yang Fanatik terhadap pilihannya hingga rela mengorbankan banyak Harta demi kepentingan yang belum tentu pasti sesuai dengan apa yang dibayangkan, dan pada akhirnya ketika pilihan politik mereka kalah tentu menimbulkan gangguan mental, depresi, sampai gangguan jiwa dan setelah itulah mereka baru menyadari bahwa Fanatik dapat mengubah segalanya.

Padahal pada dasarnya pemilu dilaksanakan untuk mempersatukan aspirasi masyarakat melalui visi dan misi orang yang akan memimpinnya kedepan, dengan proses demokrasi.
Dengan harapan untuk membuat rakyat berdaulat seperti yang di janjikan, karena kadaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan telah menjadi nilai dasar dalam demokrasi, Pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat hadir dalam bentuk demokrasi.

*Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fakultas Usluhuddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami