Dialog HMJ Soa Bahas Standar Ganda Warganet dalam Kasus Pelecehan 

Facebook
Twitter
WhatsApp
Dialog HMJ Soa bahas standa ganda warganet soal pelecehan seksual. l Foto: Washilah-Andi Muhammad Saleh (magang).

Washilah – Dialog Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama (Soa) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) UIN Alauddin Makassar bahas standar ganda warganet dalam kasus pelecehan melalui di salah satu Warkop di Samata Gowa, Minggu (9/4/2023).

Dialog ini menghadirkan tiga pemateri, Demisioner Ketua HMJ Soa periode 2019-2020, Sutriana, Ketua Diklat KOHATI cabang Gowa raya, Ita Rosita, Ketua Pimpinan Komisariat IMM FUF, Nur Afni.

Kegiatan ini bertajuk “Standar Ganda Warganet terkait Kasus Sodomi di UIN Alauddin Makassar” dan dirangkaikan dengan buka puasa bersama.

Salah satu Narasumber dialog, Sutriana mengatakan masih banyak oknum warganet yang seolah-olah menghakimi korban atas peristiwa sodomi itu.

“Mengapa kita selalu menyudutkan korban?,” tanya Sutriana dalam forum.

Padahal menurunya, sodomi tergolong pelecehan seksual. Terlebih lagi, apabila tidak ada persetujuan antara dua pihak. Adanya speak up korban melalui media, adalah bentuk nyata mereka merasa dilecehkan.

“(Kita) seharusnya berpihak kepada korban, Walaupun dari beberapa kasus, ada juga para korban yang tidak berani bersuara karena dikecam,” tuturnya.

“Ini sudah ada yang namanya SOP (standar operasional prosedur), sudah ada yang namanya ULT (unit layanan terpadu),” kata Narasumber lain, Rosita.

SOP yang dimaksud Rosita itu adalah SK Rektor No. 587 tahun 2021 tentang pedoman pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual. Hanya saja, Rosita menyayangkan tidak adanya keterlibatan mahasiswa pada saat pembuatan SOP itu.

“Padahal dalam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), jelas bahwa pembuatan SOP, pembentukan konsep ULT, yang namanya SATGAS (satuan tugas) di kampus harus melibatkan mahasiswa,” sebut Rosita.

Meski sudah ada aturan dan pedoman yang ditetapkan pemerintah dan kampus, kata Nur Afni tentu saja tidak akan berjalan tanpa adanya kesadaran dari berbagai pihak yang berada disekitar kejadian tersebut.

“Beberapa pihak yang berada dilingkungan orang-orang yang mengalami kekerasan tersebut, cenderung tidak menjadikan hal itu sebagai sentral dalam perhatiannya, sehingga hal  (kasus pelecehan) tersebut luput, bisa jadi tidak mencuat,” pungkasnya.

Penulis: Saldi Adrian

Editor: Irham Sari

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami