Ekspedisi “Kampoeng I’m Coming”

Facebook
Twitter
WhatsApp
Sumber: Int

Oleh Muhammad Irwan

Atap bumi berawan gelap, Siang itu lentera nampak takluk. Riuh angin terdengar sedikit meronta tak berkawan. Daun daun berguguran menyentuh bokong tanah yang lama tak terjama hujan.

Rintik rintik air mulai turun. Aku hanya diam dengan secangkir kopi hitam yang setia mendampingi setiap kesendirian, di bawah naungan rumah kontrakkan sepupuku.

Berawal dari selipan rasa rindu yang terus memburu pikiran untuk menuju kampung halaman yang mulai tua tersandung usia namun penuh sejuta kenangan. Sebuah pelosok desa di Kabupaten Enrekang Kecamatan Maiwa yaitu desa Mangkawani (Batuapi). Tak tahu sudah berapa bulan aku hidup diperantauan kota makassar ini sebagai mahasiswa semester tiga Jurusan Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi disalah satu perguruan tinggi negeri yang masih berakreditasi B, tepatnya di Kampus II Universitas Islam Negeri Alauiddin Makassar, Samata Gowa, untuk mengecap pendidikan dijenjang tersebut.

Jumat, 03/11/2017. berencana menghapus rindu itu dengan berniat balik ke kampung bermodalkan tekad juga budget lima puluh ribu rupiah. Waktu telah menunjukkan pukul 03:00 sore, aku masih duduk dengan seruput kopi yang membuatku lupa waktu. Akupun segera bergegas menyiapkan beberapa pasang pakaian untuk kupakai dikampung serta sebotol kopi dan air minum sebagai penambah semangat dan juga penghapus dahaga serta rasa kantuk di perjalanan nanti. Kurapikan dalam tas teman yang kupinjam dikampus tadi dengan lincah.

Usai suara azan shalat ashar berkumandan, langsung ku naiki motor Jupiter MX 135 cc keluaran tahun 2009 yang merupakan titipan dari ayah dan kuberi nama jackie, sekedar info, kuberi nama jackie karena terlalu mengagumkan aktor jackie chan yang begitu tangguh beraksi disetiap filmnya.

Tanpa ragu, start dengan hati yang senang aku dan jackie berlalu meninggalkan kontrakkan di perumahan Permata hijau lestari yang berada di daerah Hertaning. Terasa empat puluh lima menit lebih jalur telah kutempuh hingga keluar di zona kota Makassar dan memasuki zona Kota Maros dengan cuaca yang begitu mendukung. Meski sering dihadang dengan kemacetan, tekad ini sekalipun tak pernah goyah.

Di ruas jalur antara Maros-Pangkep, mata ini disuguhi dengan deretan gunung-gunung yang berdiri kokoh dibalik bentangan sawah-sawah yang berjajar seakan tersenyum padaku. Kupelankan motor, sesekali kunikmati momen itu dan mencari sudut terbaik untuk kuabadikan tanpa terlewatkan setetespun.

05:21 sore, waktu indonesia tengah, Pangkep telah hanyut kutinggalkan dan aku bersama jackie berhenti sejenak sembari beristirahat meminum kopi serta air yang telah kupersiapkan sebelum berangkat tadi. Tepatnya di perbatasan Pangkep-Barru yakni jalan di seberang laut yang siap mempertotonkan parasnya disusul senja sore itu. Gerombolan Remaja, dewasa bahkan orang tua mulai berdatangan untuk berkumpul, sekedar bercengkrama atau berselfi ria dengan lanscape lautan berpadu sinar redup sang surya, mungkin untuk merefresh beban pikiran usai beraktifitas dibumi.

Kopi ini masih dengan sedikit kehangatannya bersua dengan sentuhan bibirku yang tiap tegukannya diselingi hirupan aroma khas kopi hitam racikan sendiri. Duduk termenung, mata ini juga tak mau kalah dengan meraka yang berbondong bondong hadir demi salah satu nikmat alam yang disajikan lewat sentuhan tuhan, untuk dijaga juga disyukuri. Menatap lembut, menjiwai makna dengan rasa, langsung saja kusapu pemandangan dihadapanku. Terlintas dibenak, sesosok wanita yang kuharap berdampingan disisiku melahap betapa indahnya momen kala itu.

suara Azan muadzin masjid-masjid dipinggiran jalan mulai terdengar sangat merdu menapaki teligaku, tanda shalat magrib akan tiba. Gelap perlahan menerkam, senja beranjak tinggal kenangan. aku kembali terlupa akan tujuanku, karena kopi dan senja berperan lihai menahan duduk bersamanya. Berdiri, memakai helm, jaket jeans serta kacamata (hahaha, bergaya ala jhon lenong) untuk mencari masjid terdekat disimpang jalan demi menuanaikan salah satu kewajiban yakni shalat, tak lupa berdoa agar terselamatkan hingga tiba dikampung halaman.

Sehabis semua itu, perjalanan kulanjutkan dan tak lupa bertamu disebuah SPBU demi memberi asupan bahan bakar kepada sahabat yang kutunggangi, yaa itu jackie motor kesayaganku yang nampak diserang rasa haus. Sekedar memperjelas Waktu itu aku masih berada di daerah Kab.Barru.

Disela sela perjalanan suasana dinging semringah melucuti tubuh ini, mungkin butuh sebuah pelukan seseorang, namun nyatanya hanya ada jackie. Kurang lebih satu jam berlalu, Kab.Barru tak terasa hanyut dalam perjalanan. Kota Mya, Pare-pare sudah berada sejajar lirikan mata, kota dimana presiden ketiga Bj. Habibie dilahirkan bersama kejeniusannya.

Rasanya, Perut terdengar berdansa, tapi terhalang masalah Doi’(uang) yang pas pas-an untuk sejenak singgah di sebuah warung Bakso atau lalapan. Terpaksa harus kulanjutkan perjalan, meski kekosongan perut mengikis ketangguhan tenaga.

Hati ini terhibur Keramaian kota Pare-pare yang terlihat jelas dimalam hari oleh antusiame masyarakat serta kendaran lalu lalang satu jalur. Kampung, terus terbanyang bayang dipikiran sebab tak lama lagi aku akan sampai dan hanya melewati Kab.Sidrap yang biasaku datangi tiap hari minggu tiba, meskipun hanya membeli baju bekas alias cakar tapi berkualitas dengan harga murah, hahaha yakni pasar Tradisional Rappang.

Waktu berlalu begitu cepat berpadu gerak laju jackie. setiba di kampung halaman, langsung saja disambut dengan keheningan pohon pohon yang tampak kaku akan kedatanganku, mungkin mereka bersandiwara. Jalan sepi, lesuh akan ketenangan. Udara meracau dibekukan kesunyian, rintihan hewan malam perlahan mengecil dalam kesamaran. Beribu kenangan masa lalupun terbesit dalam ruang dimensi otak.

perjalan panjang akhirnya selesai, pas didepan rumah batu berwarna coklat muda, dihiasi pekarangan luas juga bunga bunga terlihat lembab serta kolam ikan yang diberi cat warna biru. Anjingku Rambo menyadari kedatanganku reflek memberi gonggongan, mungkin dia berkata welcome dirumah kita. Kuistrahatkan jackie, didepan teras rumah lalu kutaruh helm dan mengetuk pintu sembari memberi salam. “assalamu alaikum”. Hati bahagia bercampur tanda tanya karena terdengar langkah kaki misterius menuju pintu. Ternyata dia mamaku, melayangkan tatapan kerendahan hati, serta raut muka datar dan sedikit senyum diwajah yang usang seiring usia tuanya. Membuka pintu kemudian berkata;

“Ehhh pulang ko lagi,” ucapnya dengan irama nada dan intonasi yang sedikit menekan.

Sesaat, perasaan berangsur ciut karena kalimat yang dilontarkan mamaku. Pikirku aneh, sebab ekspresinya tak sebanding dengan perkataannya, ataukah ia sedang bergurau, sedikit bersandiwara mendalami peran yang dilakoni. Tapi, sudahlah, muatan rindu telah terbayar tuntas dengan adanya aku dirumah, kemudian akan kupergunakan kesempatan ini hingga come back ke Kakassar, dua hari mendatang.


Penulis adalah mahasiswa semester III jurusan Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK)

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami