Workshop Milad ke-3 LDF Al-Wasathiyah Soroti Komunikasi Efektif dalam Dakwah

Facebook
Twitter
WhatsApp
Salah satu narasumber, Panji Hartono dalam Workshop Milad ke-3 LDF Al-Wasathiyah yang digelar di Lt. Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, Kamis (22/5/2025). | Foto: Washilah-Nurul Emil Dayani.

Washilah — Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Al- Wasathiyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Alauddin adakan workshop dalam rangka milad ke-3 tahun di Lecture Theater (Lt) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), Kamis, (22/5/2025).

Salah satu pemateri, Panji Hartono menjelaskan bahwa komunikasi yang efektif hanya bisa terjadi apabila dilakukan oleh komunikator yang memiliki kapasitas, khususnya dalam konteks dakwah.

“Komunikasi yang efektif itu hanya bisa terjadi tentunya jika itu dilakukan oleh seorang komunikator yang punya kapasitas. Dalam konteks dakwah, tentu komunikator dakwah seperti dai, penceramah, dan istilah apapun itu,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa dalam ilmu komunikasi terdapat pembahasan tentang retorika, yaitu seni mempengaruhi dan seni berbicara. Panji mengutip pemikiran Aristoteles mengenai tiga kapasitas yang wajib dimiliki seorang pembicara, yaitu logos, etos, dan patos.

“Yang pertama itu logos, berkenaan dengan pengetahuan, etos itu berkenaan dengan kepekaan, sementara patos itu berkenaan dengan ketulusan. Aspek yang pertama itu berkenaan dengan intelektualitas, kedua sensitifitas, dan yang ketiga berkenaan dengan intuisitas,” jelasnya.

Menurutnya, seorang komunikator dakwah perlu memiliki pengetahuan yang luas agar dakwah tidak hanya menjadi kegiatan seremonial semata.

“Karena kita tidak menginginkan dakwah itu hanya sekadar bersifat ceremonial. Dan itu merupakan syarat pertama yang harus dimiliki komunikator dakwah untuk menyelamatkan kegiatan dakwah dari orientasi-orientasi yang bukan bagian dari substansi dakwah,” tambahnya.

Dia juga menggarisbawahi pentingnya kepekaan dalam komunikasi.

“Pengetahuan harus dibarengi kepekaan, apalagi dalam aktivitas komunikasi. Karena kepekaan itulah yang bertugas untuk memfilter, mana yang layak diucapkan dalam konteks ini, mana yang layak diucapkan dalam konteks lain,” tuturnya.

Sebagai penutup, Panji mengajak peserta untuk memahami dimensi patos dalam dakwah, yakni ketulusan dan intuisi dalam menyampaikan pesan.

“Pernah tidak dinasihati oleh orang tua yang tidak memiliki pendidikan tinggi, tapi sepertinya nasehatnya itu benar-benar sampai pada kita? Padahal mereka tidak pernah belajar ilmu komunikasi. Kenapa bisa? Karena yang bermain di situ adalah dimensi patos, ketulusannya,” pungkasnya.

Penulis: Nurul Emil Dayani
Editor: Hardiyanti

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami