Washilah — Jejaring individu dan organisasi yang mengawal Aldi adakan dialog terbuka bertajuk “Ramadan Bulan Pembebasan” di taman baca Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), Senin (17/03/2025).
Dialog ini diisi oleh tiga narasumber diantaranya Imamul Hak (Akademisi), Prof Marilang dari Dewan Kehormatan Universitas (DKU UIN Alauddin), dan Muhammad Ian Hidayat Anwar dari Lembaga Bantuan Hukum Makassar (LBH). Namun karena satu dan lain hal, hanya dari pihak LBH yang menghadiri kegiatan.
Dalam dialog tersebut membahas berbagai isu terkait kebijakan kampus yang dianggap tidak demokratis, terutama Surat Edaran (SE) 3652 yang dinilai mengancam kebebasan akademik dan hak mahasiswa.
Salah satu mahasiswa pejuang, Aldi, berbagi pengalamannya menghadapi tekanan birokrasi kampus.
“Saya masih bertahan melawan SE 3652 ini karena kebijakan tersebut mengancam kehidupan mahasiswa. Saya bahkan mengalami intimidasi. Termasuk tekanan terhadap keluarga saya, agar saya menghentikan perjuangan ini,” tuturnya.
Ia juga menambahkan bahwa dirinya pernah dilaporkan ke DKU yang menurutnya lebih sering digunakan untuk mengontrol mahasiswa daripada menjadi wadah aspirasi.
Salah satu anggota LBH, Iyan Hidayat menilai bahwa kebijakan tersebut (SE 3652) mencerminkan tata kelola kampus yang buruk dan jauh dari prinsip demokrasi.
“Kampus seharusnya menjadi ruang demokrasi dan kebebasan akademik, bukan tempat mahasiswa diintimidasi karena menyuarakan kebenaran,” tegasnya.
Ia juga menyinggung tidak ada batasan dalam berdemonstrasi kecuali dalam beberapa kondisi, seperti perang dan terjadi wabah.
“Pada pokoknya prinsip siracusa itu memberikan pembatasan terhadap demonstrasi dalam dua kondisi. Perang dan ada wabah. Kita tidak mungkin menyampaikan demonstrasi pada saat kondisi perang. Kalau ada wabah penyakit itu tidak memungkinkan melakukan demonstrasi. Tapi masalahnya UIN Alauddin tidak dalam kondisi tersebut,” jelasnya.
Para mahasiswa yang turut hadir juga mengkritik situasi di UIN Alauddin Makassar yang dinilai mencerminkan kondisi negara yang otoriter.
Salah seorang mahasiswa berinisial R yang enggan disebut namanya menyebut bahwa kampus telah kehilangan marwahnya sebagai benteng demokrasi.
“Jika negara ini tidak demokratis, maka jangan heran jika kampus bertindak dengan cara yang sama,” ucapnya.
Penulis: Ida Yani/ Nurkadri
Editor: Hardiyanti