Washilah – Marka masih terjaga di pagi gelap itu, Sabtu 15 Desember 2024. Teman sekamarnya di asrama Rusunawa pun sama, sedang membereskan tugas kuliahnya. Di luar jendela, Marka mendengar beberapa langkah kaki di depan asramanya. Marka lekas ke arah jendela. Ia mendapati empat petugas keamanan kampus berada di depan Gedung Perpustakaan Syekh Yusuf UIN Alauddin Makassar yang berhadapan langsung dengan asrama yang ia tempati.
Gerbang kampus UIN Alauddin telah tertutup sedari magrib. Sebagaimana aturan yang ditetapkan kampus, tak ada aktivitas malam di kampus, kecuali yang berkepentingan; pihak keamanan dan penghuni asrama Rusunawa. Begitu pula dengan pintu masuk Rusunawa, telah digembok dari pukul 21.00 WITA.
Marka tahu bahwa kala itu bukan seorangpun di antara penghuni asrama yang berada di depan perpustakaan, sebab pintu telah ditutup, tak ada izin untuk berkeliaran di tengah malam.
Lewat jendela, Marka mengintip ke arah perpustakaan. Penghuni asrama lainnya juga melakukan hal yang sama. Mereka penasaran dengan apa yang dilakukan pihak keamanan di depan perpustakaan dini hari itu. Pasalnya, setelah kasus pemalsuan uang mencuat dan menyeret kepala UPT Perpustakaan Syekh Yusuf, Andi Ibrahim, membuat perpustakaan diduga kuat menjadi tempat pemalsuan uang.
“Mereka keliling senter-senter,” ujar Marka menceritakan apa yang ia lihat saat itu.
Marka dan kawan seasramanya dibuat curiga. Sebab pada hari-hari sebelumnya, tak pernah ada kejadian serupa. Mereka seakan tak melepaskan mata dari gedung yang berisikan buku itu, melihat petugas keamanan kampus terus berdatangan ke perpustakaan.
Tak berselang lama dari pantauan Marka lewat jendela, sekitar pukul 02.00 WITA, dua kendaraan roda empat datang dan berhenti di depan perpustakaan. Tak satupun di antaranya ia kenali sebagai mobil polisi. Tak ada lampu sirine khas berwarna biru. Tak ada pula yang bertuliskan “Polisi.” Rasa penasaran Marka makin membuncah.
“Bukan mobil polisi, tapi mobil-mobil elit kayak Fortuner. Ada juga pick up satu,” tuturnya.
Masing-masing penumpang turun dari mobil, lalu masuk ke dalam perpustakaan melalui pintu utama. Sesaat kemudian, Marka melihat beberapa orang keluar membopong sebuah benda persegi berukuran kulkas mini, membawanya masuk ke dalam mobil hitam yang dianggap Marka mirip Toyota Fortuner.
“Banyak orang angkatki. Dua barang (benda persegi) itu dikasi masuk mobil. Sisanya, alat-alat kecil dinaikkan ke mobil pick up, hampir penuh,” pungkasnya.
Marka tak tahu pasti benda apa yang diangkut dari perpustakaan oleh orang-orang yang tak ia kenali. Beragam asumsi akhirnya merebak seisi asrama. Ada yang mengira jika benda yang diangkut merupakan brankas uang, mesin pencetak dan alat-alat lainnya untuk memproduksi uang palsu.
“Asumsinya toh, brankas uang,” demikian Marka mengiranya.
Suara pintu mobil menghentak. Derung mesin terdengar. Kedua mobil melaju pergi meninggalkan Perpustakaan Syekh Yusuf. Marka dan kawan seasramanya memandang melalui jendela kamar, orang-orang yang mereka tonton sedari tadi perlahan lenyap ditelan gelap. Suasana menjadi sunyi senyap. Saat itu waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 03.00 dini hari, terang hampir datang, namun setumpuk pertanyaan Marka masih dalam gelap. Tak terjawab.
Marka menganggap kejadian yang ia lihat barusan tak akan terulang. Ternyata, keesokan malamnya, Senin 16 Desember, ia tersentak mendengar bising mobil di balik jendela kamarnya. Kali ini bukan pick up atau Toyota Fortuner, melainkan truk box.
“Mau ma tidur, tiba-tiba ribut karena ada mobil truk masuk,” ujarnya.
Meski dihalangi tembok asrama, suara yang terdengar dari arah perpustakaan lebih riuh dari hari kemarin. Kali ini, Marka tak melihat pihak keamanan kampus, yang ada hanya orang-orang berpostur mirip polisi. Mereka mengerumuni sebuah benda besar. Mereka mengangkatnya beramai-ramai. Mengeluarkan benda itu dari dalam perpustakaan, melewati pintu utama, lalu berhenti. Kemudian mengangkatnya kembali.
“Mereka semua, ramai, sampai berhitung. Satu, dua dan tiga, angkat. Nda mungkin mi barang kecil kalau begitu,” ungkapnya kepada Washilah. Marka juga menunjukkan kejadian yang ia ceritakan lewat rekaman video berdurasi dua menit di ponselnya.
Pada malam yang sama, 16 Desember, Kapolres Gowa AKBP Reonald Simanjuntak memberikan pernyataannya kepada media, bahwa pihak kepolisian telah menyita sebanyak 100 jenis barang bukti berupa uang palsu hingga mesin cetak.
Barang bukti itu ditemukan polisi di Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, dan kini disimpan di Mapolres Gowa.
“Kami temukan sejumlah Rp 446.700.000. Pecahan Rp100 ribu,” ujar Reonald.
Lebih lanjut, dalam konferensi persnya, pihak kepolisian juga mengungkapkan bahwa mesin cetak uang palsu tersebut telah berada di gedung perpustakaan UIN Alauddin sejak September 2024, atas keterlibatan Andi Ibrahim (AI), selaku kepala perpustakaan.
“Sekitar bulan September 2024, ini berkomunikasi dengan AI untuk mengangkut peralatan untuk kemudian mulai membuat uang palsu,” ucap Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan saat konferensi pers di Mapolres Gowa, Kamis (19/12/2024).
Menanggapi perkara ini, Rektor UIN Alauddin Makassar, Hamdan Juhannis yang juga hadir dalam konferensi pers, mengatakan akan mendukung pihak kepolisian agar mengungkapnya hingga tuntas.
“Saya marah, saya malu, saya tertampar. Itulah kami mengambil langka setelah ini, jelas ke-2 oknum yang terlibat dari kampus kami langsung kami berhentikan dengan tidak terhormat,” tegasnya
Washilah telah mencoba mengonfirmasi hal ini kepada pihak keamanan kampus, namun sampai berita ini terbit, pihak yang dimaksud belum memberi tanggapan.
Marka bukan nama sebenarnya. Narasumber tidak bersedia disematkan identitas aslinya. Ia takut apabila di kemudian hari pihak kampus menyalahkannya karena telah memberikan kesaksian yang dianggap merugikan nama baik kampus.
Penulis: Abab
Editor: Saldi Adrian