Oleh: Rahmat Rizki
Di Sore yang nahas itu, kau mengubah pelik menjadi bunga-bunga
Arloji rusak yang kukenakan kembali menyala, ia menolak mati, jarum detiknya berdetak tegas, menghitung cantikmu yang terus bertambah
Tak ada hari yang paling sial dibanding sore itu
Sial, sebab kepalaku mendengungkanmu
Aku tak bisa meregasmu dari dengung di kepalaku
Sial, sebab ribuan kata hanya memantulkan dirimu, ia berkata—cinta dan kehidupan
Ini adalah kesialan, yang sama sekali tak ingin kuhilangkan
Sungguh kesialan yang menyenangkan
*Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar