Pegawai Kampus Terduga Pelaku Pelecehan Belum Disanksi, Menanti Putusan Rektor

Facebook
Twitter
WhatsApp
Pegawai kampus terduga pelaku pecehan belum disanksi, menanti putusan rektor. | Ilustrasi: Washilah-Ahmad Bilal

Peringatan: Tulisan di bawah ini mengandung konten eksplisit yang dapat memicu tekanan emosional dan mental bagi pembaca. Kronologi kekerasan seksual sudah mendapatkan persetujuan dari pihak terkait untuk dimuat.

***

Washilah – Tak pernah Bagas (bukan nama sebenarnya) sangka, awal April 2021, dia akan mendapat pengalaman buruk dalam hidupnya. Kejadian itu bermula ketika salah seorang senior yang cukup akrab dengannya, sebut saja SS mengundang Bagas datang ke rumahnya dengan dalih bersilaturahmi sekaligus belajar bersama.

Tanpa rasa curiga, Bagas menerima tawaran itu. Pasalnya, SS merupakan Pegawai Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) yang selalu bersikap baik kepada semua orang.

Setelah mendapat kabar dari SS, Bagas memantapkan hati untuk memacu motornya menuju kediaman SS. Sampai di sana, Bagas mendapati kehadiran orang lain. Pria yang juga seniornya di kampus turut bergabung dalam kegiatan mereka malam itu.

Selepas salat Isya, mereka mulai belajar bersama. Waktu terus berjalan, jarum jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Sudah waktunya mereka mengistirahatkan otak dan tubuh dari lelahnya aktivitas hari itu.

Mereka bertiga tidur sekamar. Sebagai junior, Bagas tidak enak hati untuk bergabung bersama kedua seniornya di atas ranjang. Dia memutuskan untuk tidur di lantai saja dengan beralaskan tikar. Bagas tidur masih dengan setelan yang sama, baju kaos lengkap dengan celana panjangnya.

Lampu telah dipadamkan. Kesunyian malam akhirnya membuat Bagas terlelap. Sekitar Pukul 01.30 dini hari, samar-samar Bagas merasa ada yang beranjak turun dari ranjang dan memeluknya. Namun karena saat itu keadaan Bagas masih setengah sadar, dia mengabaikan hal itu.

Tapi semakin dibiarkan, pria tersebut malah semakin berani menggencarkan aksinya. Bagas merasakan ada yang menurunkan celananya dan dengan pelan memainkan alat vitalnya. Bagas kaget bukan main, dengan segera dia bangun dari tidurnya. Ia mendapati pelaku buru-buru kembali naik ke ranjang dan berpura-pura tidur. Setelah mengalami hal tersebut, rasa kantuk Bagas seketika hilang. Dia sampai tak bisa tidur kembali dan memilih berjaga sampai pagi karena takut bila seniornya itu kembali melakukan aksinya.

Bagas bukannya tidak tahu siapa pelaku di balik ini semua, walaupun saat kejadian suasana dalam keadaan remang, dia bisa memastikan bahwa yang melakukan hal tak senonoh itu tidak lain adalah SS. “Ndak kulihat mukanya, tapi kupastikan dia (SS) karena kutahu ciri-cirinya,” ungkapnya. 

Paginya, Bagas memutuskan untuk langsung pulang. Tak sampai di situ, senior tersebut masih saja menghubungi dan memintanya datang kembali, “Nateleponka lagi ke rumahnya. Tapi kutolak terus dengan alasan tertentu,” bebernya.

Rasa takut dan kesal bercampur aduk di pikiran Bagas. Karena merasa tidak enakan ke SS yang tak lain adalah seniornya sendiri, kejadian itu ia simpan rapat-rapat sendirian tanpa memberi tahu siapa pun. “Tidak kutanyai kalau sudahka nakasi begitu. Tidak enakka karena itu memang senior baekki sama semua orang,” ucapnya.

Tanpa rasa bersalah, SS masih bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Ia bahkan sering minta diantar pulang dari kampus menuju rumahnya. Setiap kali berboncengan, SS tak segan-segan merengkuhnya dari belakang dan tanpa rasa bersalah menaruh dagunya di pundak Bagas mempersingkat jarak antara wajah mereka, “Banyak kali itu, setiap diantar,” ujarnya. 

Bagas merasa tidak nyaman dengan posisi seperti itu. Ia selalu mengelak dengan respons tubuh menolak untuk dipeluk. Namun SS seperti tak sadar akan hal itu. Ia tetap memeluk Bagas dari belakang hingga sampai di tujuan.

Usut punya usut, ternyata kejadian tersebut bukan hanya dirasakan Bagas. Salah seorang senior yang juga korban dari SS sempat menghubungi Bagas. Setelah mendapat kabar tersebut, akhirnya pada Kamis, 29 September 2022, Ia dimintai keterangan mengenai kejadian itu oleh Ketua Jurusannya.

Di hari yang sama, Bagas langsung diarahkan untuk melapor kepada Ketua Unit Layanan Terpadu (ULT) Kekerasan Seksual (KS), Rosmini Amin. Bersama tiga korban lainnya, Bagas mengisi formulir pengaduan dan bercerita banyak mengenai kejadian yang dialaminya kepada pihak ULT. 

Sekitar satu minggu setelahnya, Bagas pun dipanggil ke Komisi Penegakan Kode Etik (KPKE) untuk menceritakan kembali kronologi yang terjadi. Saat itu, Bagas dan korban lainnya didampingi langsung oleh Rosmini Amin yang juga Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Alauddin.

Washilah mencoba meminta keterangan ULT KS. Laporan pertama yang masuk pada awal Oktober diteruskan ke KPKE di akhir Oktober. Sejauh ini, tercatat ada sembilan korban yang telah dipanggil oleh KPKE.

Sementara itu, Ketua KPKE, Dr Wahyuddin G, mengatakan kalau sudah dilakukan pemanggilan kepada tersangka. “Sudah tiga kali pemanggilan” ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (22/12/2022). Namun, tidak ada panggilan yang dipenuhi oleh tersangka.

Sesuai dengan prosedur KPKE, apabila pemanggilan sudah sampai tiga kali dan tidak diindahkan, maka KPKE berhak mengambil keputusan. “Kami sudah selesai memutuskan,” tegas Dr Wahyudin.

Hasil keputusan yang dikeluarkan KPKE belum diungkapkan Dr Wahyudin. Namun, bila mengacu pada SK Rektor No. 587 tahun 2021 tentang pedoman pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual pada UIN Alauddin Makassar, Bab IX Pasal 21 poin 5 menyebutkan “…Sanksi yang diberlakukan secara berjenjang dengan klasifikasi sebagai berikut: Sanksi administrasi, sanksi pembinaan, dan sanksi laporan kepolisian.”

Tugas KPKE adalah memberikan rekomendasi sanksi bagi pelaku yang selanjutnya diteruskan ke Rektor selaku penanggung jawab utama atas kasus kekerasan seksual di Kampus. KPKE sebenarnya telah selesai memberikan keputusan pada Desember 2022 lalu dan telah diteruskan ke Rektor. Namun, sampai berita ini diterbitkan, belum ada keputusan pasti yang dikeluarkan oleh Rektor.

Rosmini Amin juga mengeluhkan hal ini. Pasalnya, ia sama sekali tidak mengetahui apa rekomendasi dari KPKE pun tidak mendapat respon dari Rektor. “Terakhir hari Jumat (03/02) saya hubungi Staf Rektor tapi lain responnya,” keluhnya, Senin (06/02/2023).

Senin, 20 Februari 2023, Washilah mencoba menghubungi rektor dan menanyakan tindak lanjut rekomendasi sanksi dari KPKE. Namun, hingga 22 Februari 2023, Rektor belum memberikan tanggapan apapun.

Penulis: Hilda Nurfaidah (Magang)

Editor: Jushuatul Amriadi

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami