Hujan, Dari Bencana Alam Hingga Kemalasan Mahasiswa 

Facebook
Twitter
WhatsApp
Ilustrasi : Washilah-Andi Muhammad Shaleh

Oleh : Heny Mustari 

Katanya Hujan itu terjadi karena proses kondensasi dari air laut yang membentuk awan, lalu setelah mencapai titik jenuh, air yang ada di awan turun ke bawah, itulah dia hujan. Dari sebuah proses, dengan anugerah yang Tuhan beri bermaksud agar makhluknya tak kekurangan air.

Berdasarkan hasil Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) awal musim hujan tahun ini di Indonesia akan terjadi di bulan September hingga November dengan puncak musim penghujan diprakirakan terjadi di bulan Desember 2022 dan Januari 2023.

Oleh karena itu, sejak memasuki bulan Oktober, sebagian besar Provinsi Sulawesi Selatan, terkhusus Kabupaten  Gowa, Kecamatan Somba Opu, Kelurahan Samata sudah diguyur hujan. Saat ini hujan menjadi saat yang paling dikhawatirkan orang kebanyakan. Apalagi akhir-akhir ini kita kerap dikejutkan oleh berbagai peristiwa alam seperti tanah longsor dan juga banjir, akibat curah hujan yang semakin hari semakin tinggi.

Lebih lanjut, BMKG mengimbau agar masyarakat Gowa mulai mempersiapkan diri dengan segala kemungkinan seperti tanah longsor dan banjir dalam menghadapi puncak musim hujan di bulan Desember.

Namun apakah saat musim hujan, hanya banjir dan tanah longsor yang menjadi keresahan? 

Nah ternyata saat musim hujan seperti sekarang tidak hanya persoalan banjir dan tanah longsor yang menjadi keresahan. Mahasiswa telat ke kampus tentu sudah menjadi sesuatu yang lazim ditemui bahkan hal tersebut ditanggapi lumrah di kalangan mahasiswa.

Pada pertengahan November, di kampus tercinta UIN Alauddin Makassar menjadi momen banyaknya mahasiswa yang beralasan bahwa hujan merupakan faktor terlambatnya ke kampus. Tidak hanya itu, hujan turut menghambat aktivitas lain seperti kemacetan, cipratan genangan air dari pengendara lain, dan rawannya kecelakaan akibat aspal yang licin.

Benarkah hujan merupakan faktor banyaknya mahasiswa telat ke kampus, ataukah ada faktor lain selain hujan? Dalam hal ini, tentu kita tidak bisa menyalahkan hujan. Bagi sebagian mahasiswa setuju dengan kalimat ‘hujan tidak menghalangi tapi membasahi’ namun sebagian juga tidak setuju, dengan alasan basah bisa mengganggu kenyamanan saat proses pembelajaran berlangsung. Walaupun kita ketahui bersama sekarang apa pun masalahnya pasti ada solusinya, ada hujan ada jas hujan, jadi apakah hujan masih menjadi faktor mahasiswa telat ke kampus atau ada alasan lain seperti malas? Mungkin.

Pro dan kontra terkait hujan tentu tidak akan ada habisnya, tetapi sebagai seorang mahasiswa tentu harus pandai memilih sebuah keputusan apalagi menyangkut masa depan.

Namun pada kenyataannya ada saja problematik yang dialami oleh mahasiswa, sehingga dapat menjadi suatu hambatan dalam belajar, seperti kesulitan mengikuti perkuliahan, kejenuhan dan yang paling menjadi momok adalah kemalasan. Problematik tersebut merupakan suatu hal yang sering ada dalam kehidupan mahasiswa, dan untuk mengatasi itu tentu tidak mudah, mahasiswa harus belajar mengatasi hambatan-hambatan yang ada, agar proses belajar di perguruan tinggi dapat berjalan dengan lancar.

Berdasarkan pada jurnal tentang perilaku malas belajar mahasiswa yang saya baca, terdapat teori yang dikemukakan oleh Urie Bronfrenbrenner dan dipaparkan oleh Sarlito Wirawan Sarwono. Bahwa Teori Urie Bronfrenbrenner ini berparadigma lingkungan (ekologi) dengan menyatakan bahwa perilaku seseorang (termasuk perilaku malas belajar pada mahasiswa) tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan dampak dari interaksi orang yang bersangkutan dengan lingkungan di luarnya, baik itu keluarga, teman dekat, bahkan dengan dosen.

Untuk menanggulangi keterlambatan mahasiswa dalam perkuliahan, perlu ditanamkan motivasi dalam diri untuk mendapatkan dorongan melakukan sesuatu baik itu motivasi belajar dan motivasi untuk tidak malas belajar, karena motivasi yang kuat adalah kunci utama untuk dapat berhasil di perguruan tinggi.

Terakhir, mau aman menjadi mahasiswa lulus tepat waktu? Jalannya tentu dengan selalu memelihara kesungguhan, ketekunan dan semangat dalam belajar. Pantang menyerah, kuat terhadap berbagai godaan, baik yang datang dari dalam maupun luar, pandai bergaul dan tetap menjaga hubungan baik dengan sesama boleh tapi juga harus pintar jangan terbawa kepada sesuatu yang nantinya akan merugikan diri sendiri. Yang paling penting tentunya menjalankan perintah agama serta meninggalkan hal-hal yang dilarang.

*Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami