Washilah – Ketua Aktivis Rakyat Daerah Rahimun M Said menyebut lembaga internal UIN Alauddin Makassar seperti Dewan mahasiswa (Dema), Senat Mahasiswa (Sema), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) mati suri dalam menyikapi isu yang terjadi di dalam kampus.
Rahimun menilai lembaga internal kampus tidak lagi vokal mengkritisi kebijakan birokrasi misalnya tentang waktu dan pemanfaatan fasilitas kampus yang telah ditetapkan pada tanggal 1 Oktober 2019 silam dan isu yang sedang hangat diperbincangkan dikalangan mahasiswa.
Menurut Rahimun, semua lembaga internal harusnya bersatu dan melakukan koordinasi berperan penting dalam mengakomodasi kepentingan mahasiswa dan mengawasi seluruh kebijakan birokrasi.
“Seharusnya mereka menjadi representasi dari seluruh mahasiswa, berdiri di garda terdepan menentang kebijakan yang keluar dari birokrasi, yang dirasa oleh kalangan mahasiswa sangat tidak sesuai dengan keadaan mahasiswa,” ucapnya, Kamis (31/10/2019).
Mahasiswa Ilmu Politik ini melihat aturan ini mirip dengan kebijakan yang dilakukan Menteri Pendidikan Daoed Joesoef pada era Orde Baru tahun 1978, tentang pengekangan terhadap kehidupan kampus melalui kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) bertujuan untuk memfokuskan mahasiswa pada tugas belajar sehingga tidak lagi kritis segala kebijakan yang ada di dalam kampus.
Maka dari itu, ia sangat menyayangkan sikap pengurus Dema dan Sema Universitas sebagai lembaga tertinggi di lingkup universitas dalam mengawal aturan berkegiatan malam bagi Organisasi mahasiswa (Ormawa) internal dan eksternal.
“Bagaimana koordinasi Dema-U ke Dema fakultas untuk segera melakukan advokasi terkait regulasi pelarangan berkegiatan malam. Sementara hari ini genap sebulan aturan itu diberlakukan,” ucapnya dengan nada lantang.
Aturan ini seharusnya ditanggapi secara responsif apalagi kegiatan UKM yang dilaksanakan di luar kelas untuk mengembangkan minat mahasiswa di bidang bakat dan keahlian tertentu, harusnya terfasilitasi oleh birokrasi kampus bukan malah dibuatkan regulasi yang tidak melibatkan mahasiswa dan dapat mempersempit aktivitas kemahasiswaan.
“Sementara waktu perkuliahan sampai jam empat sore, setelah kuliah pasti mereka pulang dulu mengganti pakaian dan lain sebagainya, lalu bagaimana mungkin aktifitas berkegiatan UKM dibatasi hanya dua jam,” ucapnya.
Menurut ia, sebaiknya seluruh lembaga internal kampus dihapuskan saja. Pasalnya, keputusan tentang pelarangan berkegiatan malam adalah upaya untuk membatasi waktu berkreativitas serta rutinitas kemahasiswaan, dan menjadi bentuk pembungkaman penguasa universitas terhadap Ormawa.
Penulis : Muhammad Fahrul Iras
Editor : Suhairah Rasyid