“Perempuan Tangguh” Oleh Dinar 

Facebook
Twitter
WhatsApp
Internet

Garnasih, sebuah nama yang mendahului zamannya.

Makna kasih sayang menyegarkan, dan menghidupi para mahugi.

rela membayar seringgit untuk sesimpul senyum manisnya.

 

Oh Inggit Garnasih.

Dari pelukan Nata Atmadja Patih.

Beralih pada dekapan haji Sanoesi.

Sang pedagang kaya tokoh sarekat islam.

 

Hingga takdir membawanya, pada cinta seorang duda muda.

Terpaut usia 13 tahun.

Soe-kar-no yah soekarno.

Mendampingi seorang mahugi.

 

Mahasiswa yang tidak berpenghasilan, menjadikannya tulang punggung dan tangan kanan.

Menjadi kemudi dalam rumah tangga.

Menjadi istri, sahabat, kekasih mitra dalam berjuang dan menjadi Ibu.

 

Dalam kamus Inggit Garnasih.

Hanya ada kata, memberi tak ada kata meminta menjual bedak.

Meramu jamu, dan menjahit kutang. Untuk nafkah keluarga.

Sementara Soekarno.

Seperti Singa yang mengaum, dari satu podium ke podium berikutnya.

Pikirannya tercurah untuk pergerakan. Untuk Indonesia.

 

Inggit garnasih, mencintai tanpa pamrih,

tanpa motivasi.

Menyelundupkan buku-buku, untuk soekarno saat di penjara.

Turut serta dalam pengasingan.

 

Soekarno ke pulau Ende Bengkulu hingga ke padang.

Hatinya telah membaja di tempah waktu.

Inggit Garnasih memberi segalanya,tpi terbatas.

Tak mampu memberi buah hati, penyempurna cita-cita Soekarno.

 

Kisah cinta yang penuh pengorbanan, berakhir bahagia untuk semuanya.

20 tahun mengabdi pada cinta, tanpa pamrih, tanpa motivas.

Petaka untuk Inggit Garnasih bermula.

 

Soekarno terpikat pada gadis belia.

Dengan paras menawan.

Yang mampu menyempurnakan cita-cita.

Fatmawati.

 

Inggit Garnasih hanya mengantar, sampai gerbang istana.

Soekarno melanjutkan langkahnya bersama Fatmawati.

Cinta Inggit Garbasih tersisihkan.

 

*penulis merupakan mahasisea jurusan Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) semester II

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami