Hasbullah Mathar : Saya Ingin kembali ke Makassar

Facebook
Twitter
WhatsApp

Oktober 12 September 2011 | Andi Tenriawaru
Hasbullah Mathar ketika membawakan materi di even Pixel
Washilah Online-Tampil menggunakan celana jins, baju kotak-kotak, dan rambut diikat ke belakang memberikan kesan santai pada sosok Hasbullah Mathar.


Dia fotografer, alumnus Pondok Pesantren Gombara, yang menjadi pemateri di event yang diadakan oleh Pixel (Komunitas Fotografi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar). Dengan tema Hunting Persahabatan & Bedah Karya Foto Mahasiswa UIN.

Suasana pembukaan yang sederhana dan nyaman membuat penulis mudah menemui narasumber untuk berbincang sebentar.
Lahir dan besar di kota Anging Mammiri’ menjadi motivasi tersendiri bagi kak Ibul (sapaan akrab Hasbullah Mathar, red.) untuk melanjutkan kuliah di Universitas Islam Indonesia (UII), Jogjakarta.
 Sembari berkuliah di sana, dia juga mengambil studi di HISPA Jogjakarta jurusan Fotografi. Setelah  menjadi dosen di jurusan Komunikasi UII Jogjakarta. Karir yang cemerlang dan mapan di kota rantau masih menyisakan sensitivitas kedaerahan yang cukup kental. Oktober 2009 dia memutuskan kembali ke Makassar dan menjadi dosen di Institut Kesenian Makassar (IKM) (sekarang ketua jurusan Fotografi).
Fotografer, profesi unik ini  terkadang harus memotret objek-objek yang dikategorikan tabu termasuk di dalamnya wanita tak berbusana. Menurutnya, foto adalah media untuk mengekspresikan diri dan tak perlu dihubungkan dengan latar belakang pesantrennya. Itu adalah dua sisi yang berbeda.
 “Tak perlu ada pemaksaan untuk dikaitkan. Saat saya memotret maka nilai estetika yang bermain di dalamnya, orang yang dipotret pun hanya ingin mengabadikan dirinya menjadi sebuah kenangan. Apa itu salah?”, ujarnya dengan mimik wajah yang serius.
Terlepas dari foto dalam sudut pandang agama merupakan hal menarik namun yang tak kalah menarik adalah foto ditinjau dari posisinya sebagai seni atau ilmu. Hal ini utamanya menjadi sebuah pertanyaan bagi eksistensi mahasiswa jurusan Fotografi di tengah maraknya komunitas fotografi.
 “Hidup itu perlu multi ilmu,” ujarnya ketika dimintai tanggapan perihal foto sebagai ilmu pengetahuan. Dalam foto seseorang akan menemui tiga ilmu utama yakni fisika, kimia, dan estetika.
Fisika diterapkan ketika  mengambil objek atau gambar, sedangkan kimia merupakan bagian dari proses percetakannya dan estetika adalah esensi yang ingin dicapai dari proses foto itu. Itulah ilmu, tak perlu dibatasi ruang lingkupnya, biarkan saja mereka (mahasiswa selain jurusan Fotografi, red.) berkarya karena kita tak pernah tahu siapa yang akan survive sampai nanti dan menjadi fotografer handal.
Koordinator Rumah Foto yang saat ini menetap di kota Makassar menuturkan harapannya terhadap perkembangan dunia fotografi mahasiswa di kota Makassar. 
Ada beberapa kekurangan besar hingga saat ini, terutama adalah belum adanya galeri, aspek totalitas yang belum terbangun, dan yang terakhir adalah survivabilitas yang masih belum terbentuk dengan baik sehingga tidak jarang banyak fotografer yang hanya berhenti sebagai pemula dan tidak melanjutkannya sebagai profesi.
 Namun dari sekian banyak kealpaan itu, kota Makassar memiliki banyak talent yang berkualitas dan karya-karya yang sangat bagus dan bisa bersaing dengan pulau Jawa
“Ini hanya proses, dinda. Bukan tujuan akhir. Karena hidup selalu berproses” tutupnya sembari memundurkan kursinya ke belakang. Tenri (12/10/2011)
Biografi Singkat:
NAMA                         : Habullah Mathar
NAMA BEKEN           : Ibhoel
PENDIDIKAN FORMAL        :
          1988-1994       = Pesantren Gombara
          1994-2002       = Universitas Islam Indonesia
          2002-2005       = Fotografi LPM UII
          2005-2008       = Dosen Fotografi Prodi Komunikasi UII
          2009-sekarang = Institut Kesenian Makassar
MOTTO                      : “ Cinta Itu Sehat Kalau Kita Dekat Dengan Objeknya”

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami